PENGEMASAN UPACARA BABANGKONGAN MENJADI BENTUK PERTUNJUKAN HELARAN

Penulis

  • Yayat Hidayat Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, ISBI Bandung. Jln. Buah Batu No. 212 Bandung 40256

DOI:

https://doi.org/10.26742/mklng.v6i2.1056

Abstrak

ABSTRAK

Upacara Babangkongan merupakan upacara kesuburan atau upacara meminta Hujan di daerah Surawangi, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka. Upacara ini dilakukan pada musim kemarau (halodo) ketika kondisi air untuk mengairi sawah berkurang, bahkan kering kerontang. Upacara Babangkongan bentuknya sederhana, memperlihatkan seorang laki-laki ditandu di atas tandu terbuka (dongdang) oleh empat orang laki-laki, kemudian diarak keliling sambil teriak menirukan suara katak (bangkong) dengan irama naik-turun dan riuh. Masyarakat Desa Su-rawangi menyambutnya dengan mengguyur laki-laki yang menirukan suara Bangkong tersebut dengan air, dan biasanya memberikan uang saweran pada para pembawa dongdang. Masyarakat Surawangi mempercayai, bahwa tradisi Upacara Babangkongan ini kalau dilaksanakan akan turun hujan. Metode yang digunakan untuk pengemasan upacara Baba-ngkongan ini adalah metode garap melalui beberapa tahapan yang meliputi; eksplorasi, impro-visasi, komposisi, dan evaluasi. Hasil dari garapan ini adalah pengemasan Upacara Babangkongan menjadi Seni Pertunjukan Helaran atau Seni Pertunjukan Jalanan untuk kepentingan berbagai peristiwa budaya pada masyarakat Surawangi yang dipentaskan dalam bentuk Helaran maupun Pertunjukan di atas panggung.

Kata Kunci: Desa Surawangi, Upacara Babangkongan, Kesuburan, Helaran.

 

ABSTRACT. Packaging Babangkongan Ceremony Became Form Of Toward Performance, December 2019. Babangkongan ceremony is a fertility ceremony or a ceremony to ask for rain in Surawangi area, Jatiwangi District, Majalengka Regency. This ceremony is carried out in Halodo (Dry) season when the water condition for irrigating the rice fields are reduced, even parched. The Babangkongan ceremony is simple in shape, showing a man being carried on a dongdang (open stretcher) by four men, then paraded around while shouting and imitating the sound of Bangkong (frog) with an up and down and noisy rhythm. Surawangi villagers welcomed him by flushing the man who is imitating the sound of Bangkong (Frog) with water, and usually give Saweran (money) to the Dongdang carriers. Surawangi people believe that when the tradition of Babangkongan Ceremony is carried out, then the rain will come. The method which is used for packaging the Babangkongan ceremony is a working (garap) method through several stages which include exploration, improvisation, composition, and evaluation. The result of this work is the packaging of Babangkongan Ceremony as Helaran Performing Arts or Street Performing Arts for the benefit of various cultural events in Surawangi community which can be performed in the form of Helaran and Performances on stage.

Keywords:.Surawangi.Village,.Babangkongan.Ceremony,.Fertilit,.Helaran.

Referensi

DAFTAR PUSTAKA

Dagun, Save M. 2005. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara.

Iswantara, Nur. 2017. Kreativitas: Sejarah, Teori & Perkembangan. Yogyakarta: Gigih Pustaka Mandiri.

Marliana, Lina, dkk. 2015. “Upacara Babangkongan”. Bandung: Laporan Penelitian, LP2M ISBI Bandung.

Rusliana, Iyus. 2008. Menjadikan Tradisi Sebagai Tumpuan Kreativitas. Bandung: Sunan Ambu STSI Press.

Smith, Jacquiline. 1985. Komposisi Tari: Sebuah Petunjuk Bagi Guru. Terj. Ben Suharto. Yogyakarta: IKALASTI.

Soedarsono, 1978. Pengantar Pengetauhan dan Komposisi. Yogyakarta: Akademi Seni Tari Indonesia.

Diterbitkan

2020-02-05