Perkembangan Wayang Alternatif di Bawah Hegemoni Wayang Kulit Purwa

Authors

  • Bedjo Riyanto Universitas Sebelas Maret, Indonesia
  • Sayid Mataram Program Studi Desain Komunikasi Visual ,Fakultas Seni Rupa danDesain, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57216

DOI:

https://doi.org/10.26742/panggung.v28i1.440

Abstract


Abstract

Puppet as a creative product is often interpreted narrowly only in the art of wayang purwa performances which is in the evolutionary span of many centuries has shown its most adaptive ability. Hegemony of a puppet, as one of Javanese's most valuable cultural creativities, on the other hand, has a negative impact on the evolution of Javanese culture itself. The process of wayang refinement, as a classical art in the exclusive cultural sites of the palace, at the same time, faced challenges from the outside which has brought the puppet a popular cultural product categorised as 'kitch' which was considered merely as an invaluable art. The emergence of contemporary puppet works from Indonesian artists signifies the development of movement in the effort to interpret, explore, and develop traditional puppet art entering the wider field of arts so that puppet art does not become a static art.

Keywords: alternative puppet, hegemony, shadow puppet Purwa


Abstrak


Wayang sebagai suatu produk kreatif sering ditafsirkan secara sempit hanya pada seni pertunjukan wayang Purwa yang dalam rentang evolusi berabad-abad paling menunjukkan kemampuan adaptifnya. Hegemoni seni pewayangan, sebagai salah satu produk kreativitas budaya Jawa paling adiluhung, pada sisi lainnya berdampak negatif pada evolusi kebudayaan Jawa itu sendiri. Proses refinement wayang, sebagai seni adiluhung klasik dalam kantung-kantung budaya ekslusif kraton dalam saat yang sama mendapat, tantangan dari luar yang membuat seni pewayangan menjadi produk budaya populer yang bersifat kitch yang dianggap hanya sekadar hiburan yang tidak bernilai. Kemunculan karya wayang kontemporer dari para seniman Indonesia menandakan adanya gerak perkembangan di dalam usaha menafsirkan, mengeksplorasi, dan mengembangkan seni pewayangan tradisional memasuki medan kesenian yang lebih luas sehingga seni pewayangan tidak menjadi seni yang beku.


Kata kunci: wayang alternatif, hegemoni, wayang kulit Purwa

  

References

Bonneff, M. (1988). Komik Indonesia, Jakarta: KPG (Gramedia).

Groenendael, V. M. (1987). Dalang Di Balik Wayang. Jakarta: Grafiti Pers.

Holt, C. (2000). Melacak Jejak Perkembangan Seni Di Indonesia. Bandung: MSPI.

Kartodirjo. S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: KPG (Gramedia).

Kayam. U. (2001). Kelir Tanpa Batas, Yogyakarta: Pusat Studi Kebudayaan UGM.

Lombard, D. (2005). Nusa Jawa SilangBudaya: Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia.

Margana. S. (2004). Pujangga Jawa dan Bayang-bayang Kolonial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sears, L. J. (1996). Shadows of Empire Colonial Discourse and Javanese Tales. London: Duke University.

Subagya, T. (2013). Nilai-Nilai Estetis Bentuk Wayang Kulit. Gelar, 11 (2), 266-274.

Sunardi, N. S. K. (2016). Pertunjukan Wayang Babad Nusantara: Wahana Pengajaran Nilai Kebangsaan Bagi Generasi Muda. Panggung, 26 (2), 195–207.

Suyanto. (2017). Menggali Filsafat Wayang Beber Untuk Mendukung Perkembangan Industri Kreatif Batik Pacitan. Panggung, 27 (1), 87-98.

Downloads

Published

2018-04-13

How to Cite

Riyanto, B., & Mataram, S. (2018). Perkembangan Wayang Alternatif di Bawah Hegemoni Wayang Kulit Purwa. Panggung, 28(1). https://doi.org/10.26742/panggung.v28i1.440

Citation Check