Melacak Perkembangan Wayang Kulit Bali Sebagai Pakeliran Inovatif

Authors

  • I Made Sudana ISBI Bandung, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.26742/jp.v7i1.1850

Keywords:

Keywords, Tracking, Development, Shadow Puppet, Innovative Culture.

Abstract

ABSTRAK

Tulisan ini bermaksud untuk melacak perkembangan Wayang Kulit Bali dewasa ini. Melalui kreativitas seninya, para seniman muda Bali telah melakukaan inovasi-inovasi, terutama dalam hal teknik garap sebagai sebuah proses kreatif akibat dari penemuan baru di bidang teknologi. Penelitian yang brsifat kualitatif ini, menggunakan pendekatan multi disipin, yakni pendekan sejarah, fungsi, dan kreativitas. Wayang Kulit Bali, diperkirakan sudah ada sejak abad ke-IX. Jenisnya ada ada dua, yaitu Wayang Lemah dan Wayang Peteng. Pada dasarnya Wayang Peteng masih bisa diklasifikasikan lagi, atas lakon/cerita yang dipergunakan, bentuk wayangnya, dan gamelan pengiringnya. Fungsi Wayang Kulit Bali dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: sebagai seni Wali, Bebali, dan Balih-balihan. Munculnya Wayang Kulit Bali dalam Pakeliran Inovatif merupakan perkembangan eksperimen yang paling mutakhir dalam Pewayangan Bali.

                                                                                                               

 

 

ABSTRACT

This paper intends to trace the development of Balinese Wayang Kulit today. Through their artistic creativity, young Balinese artists have made innovations, especially in terms of working techniques as a creative process due to discoveries of technology. This qualitative research uses a multi-disciplinary approach, namely the approach of history, function, and creativity. Balinese Wayang Kulit is estimated to have existed since the IX century. There are two types, namely the Weak Puppet and the Peteng Puppet. Wayang Peteng can still be classified again, based on the play/story used, the form of the puppet, and the accompanying gamelan. The function of Balinese Wayang Kulit can be divided into three, namely: as Wali, Bebali, and Balih-balihan art. The emergence of Balinese Wayang Kulit in Innovative Pakeliran is the most recent experimental development in Balinese Puppetry.

 

References

Bandem, I Made. (1994). Mengembangkan Lingkungan Sosial Yang Mendukung Wayang,” dalam MUDRA Jurnal Seni Budaya, Denpasar:UPT Penerbitan STSI Denpasar, No.2 Th.II, Februari.

Brandon, James R. (1970). Theater in Southeast Asia, Cambridge: Harvar Univ.Press.

Dibia, I Wayan. (1999). Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali, Bandung:Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Holt, Claire. (1967). Art In Indonesia: Continuities and Changes, Ithaca: Cornell Univ. Press.

Proyek Pengebangan Sarana Wisata Bali. Perkembangan Wayang Wong Sebagai Seni Pertunjukan, Denpasar,1974/1975.

Rota, I Ketut. Pewayangan Bali, Sebuah Pengantar. Proyek Peningkatan/PengembanganASTI, Denpasar,1977/1978.

Simpen AB, Wayan. (1974). “Sejarah Wayang Purwa” Serbaneka Wayang Kulit Bali, Denpasar: Listibiya Saerah Bali.

Sugriwa, I Gusti Bagus. (1971). Ilmu Pedalangan/ Pewajangan. Denpasar: Konsevatori Karawitan Jurusan Bali.

Wicaksana, I Dewa Ketut. (1996). “Wayang Lemah Repleksi Nilai Budaya dan Agama Bagi Masyarakat Hindu Bali,” dalam MUDRA Jurnal Seni Budaya, Denpasar: UPT Penerbitan STSI Denpasar, No.4 Th.IV, Maret,

---------.(2000). “Perkembangan dan Masa Depan Seni Pedalangan/Pewayangan Balii,” dalam MUDRA Jurnal Seni Budaya, Denpasar: UPT Penerbitan STSI Denpasar, No.8 Vol.VIII, Januari.

---------. (2005). “Wayang Kulit Bali Bertahan dalam Tradisi, Bergerak Menghadapi Globalisasi,” dalam MUDRA Jurnal Seni Budaya, Denpasar: UPT Penerbitan ISI Denpasar, Vol.17 No.2.

Wijaya, I Gede. (1982). Upacara Yadnya, Agama Hindu. Denpasar: Setia Kawan.

Published

2022-02-12

Citation Check