Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari

Authors

  • Asep Saepudin Saepudin Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta, Indonesia
  • Ela Yulaeliah

DOI:

https://doi.org/10.26742/panggung.v31i2.1544

Abstract

This paper aims to determine the causes of changes in the Jaipong kendang motifs and analyze its motifs in Campursari. This writing uses the method of descriptive analysis. The entry of the Jaipong kendang in Campursari led to various changes from the original kendang. The conclusions obtained were changes in the multiple motifs of Jaipong kendang as a result of adjusting the Jaipong kendang to the Campursari performance. The Campursari players, who are predominantly Javanese and have traditional values, cannot be separated when they play the Jaipong kendang. The sense of tradition of the artists in playing the Javanese kendang, of course, indirectly channeled in the Jaipong kendang. The result is that new motifs of Jaipong kendang are the result of the artists’ creativity. Jaipong kendang motifs contained in Campursari, in general, are mincid motifs. It is found in almost every song accompanied by the Jaipong kendang. The other motifs are in the form of codes or accents made by artists as a unique feature in every Campursari song.

 

Keywords: tepak, jaipong, mincid, campursari

  ABSTRAK 

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadi perubahan motif kendang jaipong serta menganalisis motif-motif kendang jaipong dalam Campursari. Metode deskriptif analisis digunakan dalam penulisan ini. Masuknya kendang jaipong dalam Campursari, menimbulkan berbagai perubahan dari kendang aslinya. Hasil kesimpulan diperoleh bahwa terjadinya perubahan beragam motif kendang jaipong sebagai akibat disesuaikannya kendang jaipong dengan sajian Campursari. Pemain Campursari yang mayoritas orang Jawa dan telah memiliki nilai tradisi, tidak lepas begitu saja ketika mereka memainkan kendang jaipong. Rasa tradisi para seniman dalam bermain kendang Jawa, tentunya secara tidak langsung tersalurkan di dalam kendang jaipong. Hasilnya adalah motif-motif baru kendang jaipong hasil kreativitas para seniman. Motif-motif kendang jaipong yang terdapat di dalam Campursari secara umum adalah motif mincid. Motif mincid ini terdapat hampir di setiap lagu yang diiringi kendang jaipong. Adapun motif lainnya adalah berupa kode atau aksen-aksen hasil karya seniman sebagai ciri khusus dalam setiap lagu Campursari.

   Kata kunci: tepak, jaipong, mincid, campursari

Author Biography

Asep Saepudin Saepudin, Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta

Yth. Tim Editor Jurnal Panggung

ISBI Bandung

 

Berikut saya kirim hasil revisi artikel Saya.

Terima kasih. 

References

Fajar Sri Sabdono. (2011). Aransemen Lagu Caping Gunung dalam Grup Campursari Setya Hati. Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat S-1 pada Program Studi Seni Karawitan, FSP ISI Yogyakarta.

Heristina Dewi. (2016). Keberlanjutan dan Perubahan Seni Pertunjukan Kuda Kepang di Sei Bamban, Serdang, Bedagai, Sumatra Utara. Panggung Jurnal Seni Dan Budaya, 26(2), 139–151.

Joko Tri Laksono. (2008). Menelusuri Karya dan Karsa Manthou’s sebagai Seniman dan Pencipta Campursari. Resital Jurnal Seni Pertunjukan, 9, 87–993.

Koentjaraningrat. (1987). Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI-Press.

Lilis Sumiati. (2015). Purpose Of Art Dan Kontribusinya Dalam Transformasi Budaya (Studi Kasus: Tari Jayengrana). Panggung Jurnal Seni Dan Budaya, 25(1), 30–39.

Mohammad Fajrin Kobi. (2017). Campursari: Bentuk Lain Dari Kesenian Gamelan Yang Diterima Di Masa Modern. Warna, 1(1), 1–20.

Purwanto, H. (2006). Kebudayaan dan Lingkungan dalam Persfektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saepudin, A. (2005). Kreativitas Berbasis Seni Tradisi: Upaya Menuju Identitas Bangsa. Panggung Jurnal Seni Dan Budaya, 50–56.

Saepudin, A. (2008). Perkembangan Kendang Sunda di Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja Desa Kembaran Bantul Yogyakarta.

Saepudin, A. (2016). Garap Kendang Jaipong dalam Wayang Kulit Sanggar Warga Laras Pimpinan Seno Nugroho: Sebuah Proses Perubahan.

Safitri, E. (2017). Campursari Versi Manthous Kajian Garap Karawitan. Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan gune mencapai derajat S-1 pada Program Studi Seni Karawaitan, FSP ISI Yogyakarta.

Shin nakagawa. (2000). Musik dan Kosmos Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor.

Sugeng Pujileksono. (2015). Pengantar Antropologi Memahami Realitas Sosial Budaya. Malang: Intrras Publishung.

Sulasman dan Setia Gumilar. (2013). Teori-Teori Kebudayaan dari Teori hingga Aplikasi. Bandung: Pustaka Setia.

Narasumber

Bambang Iswadi, S.Sn., 30 tahun, pengendang Campur Sari Gunung Kidul.

Fajar Sri Sabdono, S.Sn., 29 tahun, pemain Campursari di grup Cindelaras Sleman.

Joko Tri Laksono, dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta, Mahir bermain kendang jaipong.

Dr. Raharja,S.Sn., M.M. 48 tahun, dosen Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta, pemain di PLK

Sunaryo, SST., M.Hum., 68 tahun, dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta bertempat di Mergasan Kidul Mg. II/1285 Yogyakarta, Mahir bermain kendang jaipong.

Sulistyono, 29 tahun, pengendang grup Campursari Cindelaras Sleman.

Warsana, S.Sn., M.Sn. 46 tahun, dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta, Mahir bermain kendang jaipong.

Yono Benguk, 65 tahun, pengendang Campursari Gunung Kidul generasi pertama.

Published

2021-06-30

How to Cite

Saepudin, A. S., & Yulaeliah, E. (2021). Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari. Panggung, 31(2). https://doi.org/10.26742/panggung.v31i2.1544

Citation Check